BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Osteoarthritis
atau penyakit degenerasi sendi ialah suatu penyakit
kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat yang tak diketahui
penyebabnya, meskipun terdapat beberapa faktor resiko yang berperan. Keadaan
ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi
besar yang menanggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri, deformitas,
pembesaran sendi dan hambatan gerak. (Manjoer, 2004)
Osteoarthritis
merupakan bentuk yang paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama
kecacatan kronis di Amerika Serikat. Diperkirakan prevalensi terjadinya
osteoarthritis pada populasi Amerika Serikat adalah sekitar 40 juta orang (15%) dari keseluruhan populasi
di Amerika. angka kejadian osteoarthritis sebanyak 49,4% pada usia lebih dari
65 tahun dan lebih banyak diderita oleh wanita. Ras Afrika Amerika memiliki prevalensi osteoarthritis
tertinggi jika dibandingkan ras lain di Amerika. Di Indonesia, prevalensi
osteoarthritis lutut cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7%
pada wanita umumnya terjadi pada usia 40-60 tahun. Diperkirakan sekitar 1-2
juta orang lanjut usia di Indonesia menderita kecacatan karena OA.
Osteoarthritis
mungkin tidak sepopuler osteoporosis, namun osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang
paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut. Terjadi
pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan
penyebab tersering disabilitas pada manusia dengan usia lebih dari 65 tahun.
Lebih dari sepertiga orang dengan usia di atas 45 tahun memiliki keluhan gejala
persendian yang bervariasi mulai kekakuan sendi dan rasa nyeri intermiten yang
berhubungan dengan aktivitas, sampai dengan kelumpuhan anggota gerak dan nyeri
hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan
sendi. Degenerasi sendi pada osteoarthritis paling sering terjadi pada sendi
tangan, kaki, panggul, dan tulang belakang, meskipun dapat terjadi pada sendi
synovial mana pun..
1.2
Tujuan
1. Mengetahui
definisi dari Osteoarthritis
2. Mengetahui
klasifikasi dari osteoarthritis
3. Mengetahui
penyebab dari osteoarthritis
4. Mengetahui
patofisiologi dari osteoarthritis
5. Mengetahui
gambaran klinis dari osteoarthritis
6. Mengetahui
pemeriksaan penunjang dari osteoarthritis
7. Mengetahui
penatalaksanaan dari osteoarthritis
8. Mengetahui
pengkajian dan rencana keperawatan pada osteoarthritis
1.3
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, etiologi,
klasifikasi,epidemiologi,patofisiologi,tanda dan gejala dari osteoarthritis?
2. Apa pencegahan, penatalaksanaan, faktor resiko, serta
kompllikasi dari osteoarthritis?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Osteoarthritis?
1.4
Tujuan penulisan
1.
Tujuan
umum
Untuk menambah pengetahuan mengenai sistem
muskuluskeletal serta penyakit yang menyertai diantaranya Osteoarthritis.
2.
Tujuan
khusus
a.
Untuk
mengidentifikasi bagaimana sistem muskuluskeletal dalam tubuh.
b.
Untuk
mengidentifikasi definisi, klasifikasi, epidemiologi, penyebab, manifestasi
klinis, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, serta konsep asuhan
keperawatan bagi penderita osteoarthritis.
c.
Untuk
menambah pengetahuan bagi penyusun tentang penyakit osteoarthritis.
d.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah sistem muskuluskeletal semester 5.
a.
Manfaat penulisan
1.
Mengetahui
bagaimana sistem muskulus dalam tubuh.
2.
Mengetahui
definisi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan,
komplikasi, serta konsep asuhan
keperawatan bagi penderita
osteoarthritis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi ) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
(Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit
ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai
pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya
perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995)
osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang
dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang
karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya
tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi,
sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis
secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan
tulang yang membentuk persendian.( R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
2.2 Klasifikasi
Osteoartritis
diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe primer ( idiopatik) tanpa kejadian atau
penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan osteoartritis
b.
Tipe
sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur.
2.3 Etiologi
Beberapa
penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1.
Umur
Perubahan
fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan
penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang
berwarna kuning.
2.
Pengausan (wear and tear)
Pemakaian
sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua
mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus
dikandungnya.
3.
Kegemukan
Faktor
kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan, sebaliknya nyeri
atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi
tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
4.
Trauma
Kegiatan
fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan
kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
5.
Keturunan
Heberden
node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada
pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya
salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6.
Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi
(artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan
dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
7.
Joint Mallignment
Pada
akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan
menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga mempercepat proses
degenerasi.
8.
Penyakit endokrin
Pada
hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit.
Pada
diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
9.
Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,
penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin,
tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam
rawan sendi.
2.4 Patofisiologi
Penyakit
sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi.
Proses
degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik
tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein
yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan
tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis
pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan
degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya
cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi
lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi
dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
( Soeparman ,1995)
2.5 Anatomi
PATHWAY
DEGENERATIF SENDI
2.6 Gambaran klinis
1.
Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah
apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2.
Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 – 30 menit dan timbul setelah istirahat atau
saat memulai kegiatan fisik.
3.
Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang
sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini
akan menimbulkan rasa nyeri.
4.
Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan
akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.
Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar,
misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong
sebelah lateril, dan tungkai atas.
Nyeri dapat
timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui
penyebabnya.
1.
Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan
dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
2.
Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
3.
Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.
2.7 Pemeriksaan
penunjang
1.
Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa
kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi\
2.
Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
2.8 Penatalaksanaan
a.
Tindakan preventif
1. Penurunan berat badan
2. Pencegahan cedera
3. Screening sendi paha
4. Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stres akibat kerja
b.
Farmakologi : obat NSAID bila nyeri muncul
c.
Terapi konservatif ; kompres hangat, mengistirahatkan
sendi, pemakaian alat- alat ortotik yaitu alat bantu untuk menyangga sendi yang
mengalami inflamasi, misalnya : kaki palsu
d.
Irigasi tidal (
pembasuhan debris dari rongga sendi), debridemen artroscopik,
e.
Pembedahan;
artroplasti
2.9 Pengkajian
1.
Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris
limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan, malaise.
Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada
sendi dan otot.
2.
Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3.
Integritas Ego
a.
Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
b.
Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi
ketidakmampuan).
c.
Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas
pribadi, misalnya ketergantungan pada orang lain.
4.
Makanan / Cairan
a.
Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi
makanan atau cairan adekuat mual, anoreksia.
b.
Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan,
kekeringan pada membran mukosa.
5.
Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan diri, ketergantungan pada orang lain.
6.
Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7.
Nyeri/kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan
pembengkakan jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan
(terutama pagi hari).
8.
Keamanan
a.
Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
b.
Lesi kulit, ulkas kaki
c.
Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga
d.
Demam ringan menetap
e.
Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9.
Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran:
isolasi.
10.
Penyuluhan/Pembelajaran
a.
Riwayat rematik pada keluarga
b.
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan
penyakit tanpa pengujian
c.
Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis
pulmonal, pkeuritis.
11.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Reaksi aglutinasi: positif
b.
LED meningkat
pesat
c.
protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
d.
SDP: meningkat pada proses inflamasi
e.
JDL: Menunjukkan ancaman sedang
f.
Ig (Igm
& Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
g.
RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi
sendi, osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang,
penyempitan ruang sendi.
2.10
Diagnosa
yang mungkin timbul dan intervensinya
a.
Nyeri
akut/kronis
Definisi pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan meningkat,
akibat adanya kerusakan jaringan yang actual, potensial atau digambarkan dalam
istilah seperti kerusakan (international
association for the Study of Pain)
awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas atau dapat diramalkan dan
durasinya lebih dari enam bulan.
berhubungan dengan distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Hasil yang
diharapkan/Kriteria evaluasi
a.
Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol
b.
Terlihat rileks, dapat istirahat, tidur dan
berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
c.
Mengikuti program terapi.
d.
Menggunakan keterampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi:
a.
Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri
(skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa nyeri
non verbal
R/ membantu dalam menentukan kebutuhan menajemen nyeri dan ketidak
efektifan program
b.
Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat
tidur sesuai kebutuhan saat klien beristirahat/tidur.
R/ matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit.
Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi/nyeri.
c.
Bantu klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu
tidur atau duduk di kursi. Tingkatan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
R/ pada penyakit berat/eksersabasi tirah baring mungkin diperlukan
(sampai perbaikan obyektif dan subyektif di dapat) untuk membatasi nyeri/cidera
sendiri.
d.
Pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan
trokhanter, bebat, brace
R/ mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi
netral. Catatan : penggunaan brace
dapat menurunkan nyeri dan mungkin dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Meskipun
demikian, ketidakaktifan lama dapat mengakibatkan hilangnya mobilitas/fungsi
sendi.
e.
Dorong klien untuk sering mengubah posisi.
f.
Bantu klien untuk mandi hangat pada waktu bangun tidur.
Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas
dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak.
R/mencegah
terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/sakit pada sendi
g.
Bantu klien untuk mengompres hangat pada sendi-sendi
yang sakit beberapa kali sehari.
R/ panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit
dan melepaskan kekauan di pagi hari Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan
dan luka dermal dapat disembuhkan.
h.
Berikan masase yang lembut.
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot.
i.
Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya
relaksasi progresif sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman
imajinasi hipnotis diri dan pengendalian nafas.
R/meningkatkan relaksasi, memberikan rasa control dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping.
j.
Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk
situasi individu.
R/ memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi dan meningkatkan
rasa percaya diri dan perasaan sehat.
k.
Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan
sesuai petunjuk.
R/ meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/spasme, memudahkan
untuk ikut serta dalam terapi.
b.
Kerusakan
Mobilitas Fisik
Definisi suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau suatu ekstremitas atau lebih (sebutkan tingkatannya)
Tingkat 0 : mandiri penuh
Tingkat 1 : memerlukan
penggunaan peralatan atau alat bantu.
Tingkat 2 : memerlukan
bantuan dari orang lain untuk pertolongan,
pengawasan atau pengajaran.
Tingkat 3 : membutuhkan
bantuan dari orang lain dan peralatan/alat
bantu
Tingkat 4 : ketergantungan,
tidak berpartisipasi dalam aktifitas
Berhubungan
dengan :
1.
Deformitas skeletal
2.
Nyeri, ketidaknyamanan
3.
Penurunan kekuatan otot
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi
1.
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak
hadirnya/pembatasan kontraktor
2.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan
fungsi dari kompensasi bagian tubuh
3.
Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas.
Intervensi:
1.
Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi
R/
tingkat aktivitas/latihan tergantung dari perkembangan/resolusi dari proses
inflamasi
2.
Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan.
Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan
tidur malam hari yang tidak terganggu.
R/
istirahat sistemik dianjurkan selama ekserbasi akut dan seluruh fase penyakit
yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
3.
Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan
latihan resistif dan isometric jika memungkinkan
R/
memperthanakan atau meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat
menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak
sendi.
4.
Dorongkan untuk mempertahankan posisi tegak dan duduk
tinggi, berdiri, dan berjalan.
R/
memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
5.
Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan
kursi/kloset, menggunakan pegangan tinggi dan bak dan toilet, penggunaan alat
bantu mobilitas/kursi roda penyelamat
R/
menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh.
6.
Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis
vasional.
R/
berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada
kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat/bantuan mobilitas.
c.
Gangguan
Citra Tubuh/Perubahan Penampilan Peran
Definisi konfusi pada gambaran mental dan fisik dari
seseorang
Berhubungan dengan:
1.
Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum
2.
Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan
mobilitas.
Hasil yang
diharapkan/kriteria evaluasi:
1.
Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam
kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup dan kemungkinan
keterbatasan.
2.
Menyusun tujuan atau rencana realistis untuk masa mendatang.
Intervensi:
1.
Dorong klien mengungkapkan mengenai masalah tentang
proses penyakit, harapan masa depan.
R/ berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep
dan menghadapinya secara langsung.
2.
Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada
seseorang. Memastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya
hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual
R/ mengidentivikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan
interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap
intervensi/konseling lebih lanjut.
3.
Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan,
ketergantungan
R/nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum
terjadi.
4.
Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal
atau terlalu memperhatikan tubuh/perubahan.
R/ dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive,
membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologik.
5.
Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien
untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R/ membantu pasien untuk mempertahankan control diri yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri.
6.
Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien.
R/ mempertahakan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
7.
Ikutsertakan klien dalam merencanakan dan membuat
jadwal aktivitas
R/ meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, medorong kemandirian dan
mendorong partisipasi dalam terapi.
d.
Kurang
Perawatan Diri
Definisi menggambarkan suatu keadaan seseorang yang mengalami gangguan
keammpuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berganti
pakaian, makan dan toileting.
Berhubungan
dengan
Kerusakan muskuloskeletal: Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada
waktu bergerak, Depresi.
Hasil yang
diharapkan/kriteria evaluasi:
1.
Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang
konsisten pada kemampuan klien.
2.
Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3.
Mengidentifikasikan sumber-sumber pribadi/komunitas
yang dapat memenuhi kebutuhan.
Intervensi:
1.
Diskusikan tingkat
fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan
yang sekarang diantisipasi.
R/ mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi
yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
2.
Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan
program latihan.
R/ mendukung kemandirian fisik/emosional
3.
Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan
diri. Identifikasi rencana untuk memodifikasi lingkungan.
R/ menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga
diri
4.
Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.
R/ berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan
individual mis. memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu,
menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.
e.
Resiko
Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan
Definisi kurangnya orientasi secara konsiten terhadap orang, tempat,
waktu atau lingkungan lebih dari 3-6 bulan, mengharuskan suatu lingkungan yang
dapat melindungi.
Berhubungan
dengan :
1.
Proses penyakit degeneratif jangka panjang.
2.
Sistem pendukung tidak adekuat.
Hasil yang
Diharapkan/Kriteria Evaluasi :
1.
Mempertahankan keamanan lingkungan yang meningkatkan
perkembangan.
2.
Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif
dan tepat.
Intervensi:
1.
Kaji tingkat fungsi fisik
R/ mengidentivikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlukan.
2.
Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam
perawatan untuk diri sendiri.
R/ menentukan kemungkinan susunanyang ada/perubahan susunan rumah untuk
memenuhi kebutuhan individu.
3.
Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi
kebutuhan situasi individual. Identivikasi sistem pendukung yang tersedia untuk
pasien misl membagi perbaikan/ tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga
ataupun pelayanan kontrak
R/ menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus menerus.
4.
Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal
lift, peninggian d udukan toilet, kursi roda
R/ memberikan kesempatan untuk mendapatklan peralatan sebelum pulang
5.
Koordinasi ahli evaluasi di rumah dengan ahli terapi
okupasi
R/ bermanfaat untuk mengidentivikasi paralatan, cara-cara untuk mengubah
tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian.
f. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar)
Mengenai Penyakit, Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan
Definisi tidak ada atau kurangnya informasi pengetahuan tentang topic
yang spesifik.
Berhubungan
dengan:
Kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Hasil yang
diharapkan/Kriteria Evaluasi:
1.
Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan
perawatan.
2.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk
modifikasi gaya hidup yang konsisten
dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi :
1.
Tinjau proses penyakit, prognosis dan harapan masa
depan
R/ membekan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi
2.
Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses
sakit melalui diet, obat-obatan dan program diet seimbang, latihan dan
istirahat.
R/ tujuan control penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/
jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.
3.
Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi
yang realistis, istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik,
dan manajemen stress.
R/ memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani
proses penyakit kronis komplek.
4.
Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi
terapi.
R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis
missal aspirin harus diberikan secara regular untuk mendukung kadar terapeutik
darah 18-25 mg
5.
Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan
missal tinnitus, lambung tidak teleran, perdarahan gastrointestinal dan ruam
pada waktu tidur
R/ memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin mengakibatkan takar
lajak. Tinnitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi,
jika terjadi tinnitus, dosis umumnya diturunkan menjadi 1 tablet setiap 2-3
hari sampai berhenti.
6.
Diskusikan teknik menghemat energi.
R/ mencegah kepenatan memberikan kemudahan perawatan diri dan kemandirian
7.
Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat,
tempat duduk, dan palang keamanan.
R/ mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu
untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan/diinginkan
8.
Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang
benar baik pada saat istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas.
R/ mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien
untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri
9.
Diskusikan pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya
LED, kadar salisilat, PT.
R/ mengurangi resiko iritasi/kerusakan kulit
2.11Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk mengatasi keluhan dan penyakit yang disakan oleh klien.
2.12Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup
pencapaian terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila
tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu
panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.
Doenges, EM. (2000 ), Rencana
Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. (2001), Jakarta, EGC.
Kriteria Hasil NOC, Jakarta, EGC
Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan
proses Keperawatan), Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan
Pajajaran, Bandung, 1996
Price, S.A. R. Wilson CL
(1991), Pathophisiology Clinical Concept
of Disease Process, Alih Bahasa Adji Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta, EGC.
R. Boedhi Darmojo &
Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta, Balai Penerbit FK Universitas Indonesia.
Smeltzer C. Suzannne,
(2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Andry Hartono,
dkk., Jakarta, EGC.
A. Soeparman
(1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua,
Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
Wilkinson (2007), Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan