Senin, 11 November 2013

ASKEP OSTHEOARTHRITIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Osteoarthritis atau penyakit degenerasi sendi ialah suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat yang tak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa faktor resiko yang berperan. Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri, deformitas, pembesaran sendi dan hambatan gerak. (Manjoer, 2004)
Osteoarthritis merupakan bentuk yang paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika Serikat. Diperkirakan prevalensi terjadinya osteoarthritis pada populasi Amerika Serikat adalah sekitar  40 juta orang (15%) dari keseluruhan populasi di Amerika. angka kejadian osteoarthritis sebanyak 49,4% pada usia lebih dari 65 tahun dan lebih banyak diderita oleh wanita. Ras Afrika  Amerika memiliki prevalensi osteoarthritis tertinggi jika dibandingkan ras lain di Amerika. Di Indonesia, prevalensi osteoarthritis lutut cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita umumnya terjadi pada usia 40-60 tahun. Diperkirakan sekitar 1-2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita kecacatan karena OA.
Osteoarthritis mungkin tidak sepopuler osteoporosis, namun osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas pada manusia dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia di atas 45 tahun memiliki keluhan gejala persendian yang bervariasi mulai kekakuan sendi dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai dengan kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi pada osteoarthritis paling sering terjadi pada sendi tangan, kaki, panggul, dan tulang belakang, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun..

1.2         Tujuan
1.    Mengetahui definisi dari Osteoarthritis
2.    Mengetahui klasifikasi dari osteoarthritis
3.    Mengetahui penyebab dari osteoarthritis
4.    Mengetahui patofisiologi dari osteoarthritis
5.    Mengetahui gambaran klinis dari osteoarthritis
6.    Mengetahui pemeriksaan penunjang dari osteoarthritis
7.    Mengetahui penatalaksanaan dari osteoarthritis
8.    Mengetahui pengkajian dan rencana keperawatan pada osteoarthritis

1.3         Rumusan Masalah
                1.  Apa pengertian, etiologi, klasifikasi,epidemiologi,patofisiologi,tanda dan gejala dari osteoarthritis?
                2.  Apa pencegahan, penatalaksanaan, faktor resiko, serta kompllikasi dari osteoarthritis?
                3.  Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Osteoarthritis?

1.4         Tujuan penulisan
1.    Tujuan umum
Untuk menambah pengetahuan mengenai sistem muskuluskeletal serta penyakit yang menyertai diantaranya Osteoarthritis.
2.    Tujuan khusus
a.         Untuk mengidentifikasi bagaimana sistem muskuluskeletal dalam tubuh.
b.        Untuk mengidentifikasi definisi, klasifikasi, epidemiologi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, serta konsep asuhan keperawatan bagi penderita osteoarthritis.
c.         Untuk menambah pengetahuan bagi penyusun tentang penyakit osteoarthritis.
d.        Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem muskuluskeletal semester 5.

a.             Manfaat penulisan
1.        Mengetahui bagaimana sistem muskulus dalam tubuh.
2.         Mengetahui definisi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, serta konsep asuhan keperawatan bagi penderita osteoarthritis.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian

Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi ) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian.( R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
 
2.2  Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a.       Tipe primer ( idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan osteoartritis
b.        Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur.



2.3  Etiologi
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1.        Umur
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2.        Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
3.        Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
4.        Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
5.        Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6.        Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi  oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
7.        Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.


8.        Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit.
Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
9.        Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

2.4  Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. 
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995)

2.5  Anatomi

















PATHWAY
DEGENERATIF SENDI
                                                                                   



2.6  Gambaran klinis
1.        Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik. 
2.        Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 – 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.
3.        Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri. 
4.        Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.
Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. 
Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
1.        Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
2.        Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
3.        Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.


2.7  Pemeriksaan penunjang


1.             Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi\
2.             Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal

2.8  Penatalaksanaan

a.              Tindakan preventif
1. Penurunan berat badan
2. Pencegahan cedera
3. Screening sendi paha
4. Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stres akibat kerja
b.             Farmakologi : obat NSAID bila nyeri muncul
c.              Terapi konservatif ; kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat- alat ortotik yaitu alat bantu untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi, misalnya : kaki palsu
d.              Irigasi tidal ( pembasuhan debris dari rongga sendi), debridemen artroscopik,
e.              Pembedahan;  artroplasti

2.9  Pengkajian  

1.             Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan, malaise.
Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
2.             Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.


3.             Integritas Ego
a.         Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
b.        Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
c.         Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya ketergantungan pada orang lain.
4.             Makanan / Cairan
a.         Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan adekuat mual, anoreksia.
b.        Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5.             Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan pada orang lain.

6.             Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi

7.             Nyeri/kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).

8.             Keamanan
a.         Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
b.        Lesi kulit, ulkas kaki
c.         Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
d.        Demam ringan menetap
e.         Kekeringan pada mata dan membran mukosa


9.             Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.

10.          Penyuluhan/Pembelajaran
a.         Riwayat rematik pada keluarga
b.        Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian
c.         Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.

11.         Pemeriksaan Diagnostik
a.         Reaksi aglutinasi: positif
b.         LED meningkat pesat
c.         protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
d.        SDP: meningkat pada proses inflamasi
e.         JDL: Menunjukkan ancaman sedang
f.              Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
g.        RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi, osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang, penyempitan ruang sendi.

 

2.10          Diagnosa yang mungkin timbul dan intervensinya

a.                Nyeri akut/kronis
Definisi pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan meningkat, akibat adanya kerusakan jaringan yang actual, potensial atau digambarkan dalam istilah seperti kerusakan (international association for the Study of  Pain) awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas atau dapat diramalkan dan durasinya lebih dari enam bulan.
berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.


Hasil yang diharapkan/Kriteria evaluasi
a.         Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol
b.         Terlihat rileks, dapat istirahat, tidur dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
c.         Mengikuti program terapi.
d.        Menggunakan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi:
a.         Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa nyeri non verbal
R/ membantu dalam menentukan kebutuhan menajemen nyeri dan ketidak efektifan program
b.         Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan saat klien beristirahat/tidur.
R/ matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri.
c.         Bantu klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
R/ pada penyakit berat/eksersabasi tirah baring mungkin diperlukan (sampai perbaikan obyektif dan subyektif di dapat) untuk membatasi nyeri/cidera sendiri.
d.        Pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace
R/ mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Catatan : penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan mungkin dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Meskipun demikian, ketidakaktifan lama dapat mengakibatkan hilangnya mobilitas/fungsi sendi.

e.         Dorong klien untuk sering mengubah posisi.

f.          Bantu klien untuk mandi hangat pada waktu bangun tidur. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak.
R/mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/sakit pada sendi
g.         Bantu klien untuk mengompres hangat pada sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.
R/ panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekauan di pagi hari Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
h.         Berikan masase yang lembut.
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot.
i.           Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan pengendalian nafas.
R/meningkatkan relaksasi, memberikan rasa control dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
j.           Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
R/ memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
k.         Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
R/ meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
b.                Kerusakan Mobilitas Fisik
Definisi suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau suatu ekstremitas atau lebih (sebutkan tingkatannya)
Tingkat 0         : mandiri penuh
Tingkat 1         : memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu.
Tingkat 2         : memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan,
                                      pengawasan atau pengajaran.
Tingkat 3         : membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan/alat
                                      bantu
Tingkat 4         : ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktifitas
Berhubungan dengan :
1.    Deformitas skeletal
2.   Nyeri, ketidaknyamanan
3.   Penurunan kekuatan otot
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi
1.   Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktor
2.   Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh
3.   Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi:
1.   Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi
R/ tingkat aktivitas/latihan tergantung dari perkembangan/resolusi dari proses inflamasi
2.   Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
R/ istirahat sistemik dianjurkan selama ekserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan. 
3.   Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan isometric jika memungkinkan
R/ memperthanakan atau meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
4.   Dorongkan untuk mempertahankan posisi tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan.
R/ memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
5.   Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tinggi dan bak dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda penyelamat
R/ menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh.
6.   Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.
R/ berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat/bantuan mobilitas.

c.                 Gangguan Citra Tubuh/Perubahan Penampilan Peran
Definisi konfusi pada gambaran mental dan fisik dari seseorang
Berhubungan dengan:
1.    Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum
2.    Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
1.    Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan.
2.    Menyusun tujuan atau rencana realistis untuk masa mendatang.
Intervensi:
1.    Dorong klien mengungkapkan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
R/ berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
2.    Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang. Memastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual
R/ mengidentivikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/konseling lebih lanjut.
3.    Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan
R/nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi.
4.    Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan tubuh/perubahan. 
R/ dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologik.
5.    Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R/ membantu pasien untuk mempertahankan control diri yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
6.    Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien.
R/ mempertahakan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
7.    Ikutsertakan klien dalam merencanakan dan membuat jadwal aktivitas
R/ meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, medorong kemandirian dan mendorong partisipasi dalam terapi.

d.                Kurang Perawatan Diri
Definisi menggambarkan suatu keadaan seseorang yang mengalami gangguan keammpuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berganti pakaian, makan dan toileting.


Berhubungan dengan
Kerusakan muskuloskeletal: Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, Depresi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
1.         Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten pada kemampuan klien.
2.         Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3.         Mengidentifikasikan sumber-sumber pribadi/komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan.
Intervensi:
1.         Diskusikan tingkat  fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
R/ mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
2.         Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
R/ mendukung kemandirian fisik/emosional
3.         Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi rencana untuk memodifikasi lingkungan.
R/ menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri
4.         Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.
R/ berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual mis. memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.

e.                 Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan
Definisi kurangnya orientasi secara konsiten terhadap orang, tempat, waktu atau lingkungan lebih dari 3-6 bulan, mengharuskan suatu lingkungan yang dapat melindungi.


Berhubungan dengan :
1.         Proses penyakit degeneratif jangka panjang.
2.         Sistem pendukung tidak adekuat.
Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi :
1.         Mempertahankan keamanan lingkungan yang meningkatkan perkembangan.
2.         Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
Intervensi:
1.         Kaji tingkat fungsi fisik
R/ mengidentivikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlukan.
2.         Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri.
R/ menentukan kemungkinan susunanyang ada/perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu.
3.         Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identivikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien misl membagi perbaikan/ tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga ataupun pelayanan kontrak
R/ menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus menerus.
4.         Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal lift, peninggian d udukan toilet, kursi roda
R/ memberikan kesempatan untuk mendapatklan peralatan sebelum pulang
5.         Koordinasi ahli evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi
R/ bermanfaat untuk mengidentivikasi paralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian.
 


f.     Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan
Definisi tidak ada atau kurangnya informasi pengetahuan tentang topic yang spesifik.
Berhubungan dengan:
Kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Hasil yang diharapkan/Kriteria Evaluasi:
1.         Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan.
2.         Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya hidup  yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

Intervensi :
1.         Tinjau proses penyakit, prognosis dan harapan masa depan
R/ membekan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
2.         Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit melalui diet, obat-obatan dan program diet seimbang, latihan dan istirahat.
R/ tujuan control penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.
3.         Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis, istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stress.
R/ memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis komplek.
4.         Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi terapi.
R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis missal aspirin harus diberikan secara regular untuk mendukung kadar terapeutik darah 18-25 mg
5.         Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan missal tinnitus, lambung tidak teleran, perdarahan gastrointestinal dan ruam pada waktu tidur
R/ memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin mengakibatkan takar lajak. Tinnitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi, jika terjadi tinnitus, dosis umumnya diturunkan menjadi 1 tablet setiap 2-3 hari sampai berhenti.
6.         Diskusikan teknik menghemat energi.
R/ mencegah kepenatan memberikan kemudahan perawatan diri dan kemandirian
7.         Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat, tempat duduk, dan palang keamanan.
R/ mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan/diinginkan
8.         Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada saat istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas.
R/ mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri
9.         Diskusikan pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya LED, kadar salisilat, PT.
R/ mengurangi resiko iritasi/kerusakan kulit

2.11Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit yang disakan oleh klien.
2.12Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA


Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.
Doenges, EM. (2000   ), Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. (2001), Jakarta, EGC.
Kriteria Hasil NOC, Jakarta, EGC
Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan), Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996
Price, S.A. R. Wilson CL (1991), Pathophisiology Clinical Concept of Disease Process, Alih Bahasa Adji Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta, EGC.
R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta, Balai Penerbit FK Universitas Indonesia.
Smeltzer C. Suzannne, (2002  ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk., Jakarta, EGC.
A.    Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
Wilkinson (2007), Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan